Minggu, 02 November 2008

HUKUM UDARA DI INDONESIA

SUMBER HUKUM UDARA INDONESIA

  1. UNDANG-UNDANG / PERATURAN
    1. Stbl. 118 Tahun 1933 : Tentang Pokok-pokok Penerbangan
    2. Stbl. 205 Tahun 1954 : Diganti dengan UU No 83 Tahun 1958

Tentang Penerbangan

Diganti dengan UU No. 15 Tahun 1992

c. Stbl. 425 Tahun 1936 : Tentang Lalu Lintas Udara

Secara Yuridis Formal masih berlaku, karena belum diganti. Namun dalam praktek Indonesia telah memakai aturan lain yaitu C.A.S.R. (CIVIL AVIATION SAFETY REGULATION) dari A.S

D. Stbl. 426 Tahun 1936 : Tentang Peraturan Pengawasan Penerbangan

Secara yuridis formal masih berlaku, karena belum diganti. Namun dalam praktek Indonesia telah memakai aturan lain yaitu C.A.S.R (CIVIL AVIATION SAFETY REGULATION) dari A.S.

e.. Stbl. 100 Tahun 1939 : Ordonansi Pengangkutan Udara (O.P.U)

- mangatur tentang pengangkutan penumpang, bagasi dan barang.

- mangatur tanggung jawab pengangkut

Ketentuan-ketentuan dalam O.P.U ini masih tetap berlaku. Kecuali ketentuan mengenai jumlah ganti rugi yang diatur dalam PP 40/95- Angkutan Udara

f. Stbl. 150 Jo. 149 Tahun 1939 : Tentang Karantina Pencegahan Penyebaran Penyakit Menular.

Ketentuan ini telah dicabut dengan undang-undang No. 2 Tahun 1952 Tentang Karantina

  1. PERJANJIAN-PERJANJIAN INTERNASIONAL
    1. Chicago Convention 1944 - Tentang Penerbangan Sipil Internasional
    2. Warsaw Convention 1929 - Tentang Dokumen Angkutan dan Tanggungjawab Pengangkut.

Akan diganti dengan “Montreal Convention” pada bulan Mei 1999

c. Rome Convention 1933 - Tentang Tanggungjawab Pengangkut Udara Terhadap Pihak Ketiga di Darat

d. Tokyo Convention 1965 -Tentang Tindak Melawan Hukum di dalam Pesawat

e. The Hague Convention 1970 -Tentang Tindak Melawan Hukum Terhadap Pesawat

f. Montreal Convention 1971 -Tentang Tindak melawan hokum yang membahayakan keselamatan penerbangan.

Kecuali Rome Convention 1952, semua konvensi ini telah diratifikasi oleh Indonesia, Indonesia tundik pada ketentuan-ketentuan ini.

  1. PERSETUJUAN-PERSETUJUAN ANTARA PENGANGKUT DAN PENUMPANG ATAU PENGIRIM BARANG

Persetujuan ini dibuat oleh IATA ( International Air Transport Association) intuk membuat persetujuan tentang syarat-syarat umum pengangkutan (General Conditions of Carriage), berdasarkan ketentuan Perjanjian Warsawa 1929.

Tujuannya untuk menyeragamkan persyaratan bagi semua anggotanya dalam hal Pengangkutan Udara.

  1. ILMU PENGETAHUAN
    1. IATA maupun ICAO selalu menerbitkan publikasi tentang Penerbangan, termasuk Keputusan-keputusan pengadilan mengenai hokum udara, misalnya “REPORTS ON AIR CARRIERS’S LIABILITY”.
    2. Lembaga pendidikan yang sangat terkenal dalam penelitian dan pengembangan hokum udara adalah “INSTITUTE FOR AIR AND SPACE LAW, Mc.GILL UNIVERSITY, MONTREAL-CANADA.

  1. PUTUSAN HAKIM/PENGADILAN
    1. Keputusan Pengadilan tentang kasus-kasus tanggung jawab (liability) pengangku udara.
    2. Yurisprudensi.




PERJANJIAN ANGKUTAN UDARA

ARTI SEMPIT

Perjanjian antara pengangkut udara dengan pihak penumpang atau pihak pengirim barang untuk mengangkut penumpang/barang dengan imbalan bayaran atau suatu prestasi lain.

ARTI LUAS

Merupakan sebagian dari perjanjian pemberian jasa dengan pesawat udara.

Bentuk Perjanjian Angkutan Udara

  1. Berjadwal / Teratur
    • Tidak dijumpai pejanjian tertulis
    • Dokumen angkutan (tiket penumpang, tiket bagasi dan surat muatan udara) bukan merupakan perjanjian angkutan udara, tetapi hanya merupakan suatu bukti adanya perjanjian angkutan udara, karena tanpa diberikannya dokumen angkutan, tetap ada suatu perjanjian angkutan.

Lihat :

§ Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (5), Pasal 7 ayat (2) O.P.U

§ Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (4), Pasal 5 ayat (2), Warsaw Convention yang dipertegas oleh,

§ Protokol Den Haag 1955 Pasal 3 yang merubah Pasal 3 ayat (2) Perjanjian Warsawa (tentang tiket penumpang) dan Pasal 4 dan Pasal 6 Protokol Den Haag (tentang tiket bagasi dan surat muatan udara).

  1. Tidak Berjadwal / Charter
    • Biasanya setiap perusahaan penerbangan mempunyai “standard charter agreement” tersendiri (dalam hal pencharter sendiri yang diangkut.
    • Adanya perjanjian tertulis
    • Untuk blackspace charter (charter kapasitas pesawat) untuk dijual kembali kepada pihak lain, dipergunakan bentuk perjanjian lain.
    • Untuk “time charter” (sewa untuk jangka waktu tertentu) dan “Voyage Charter” (sewa untuk satu rute tertentu) tidak dapat dipergunakan bentuk charter agreement seperti diatas, karena dalam kaitannya dengan tanggung jawab tidak/kurang menggambarkan keadaan yang sebenarnya.


Tidak ada komentar: